Kamis, 04 Desember 2008

Surat untuk TUHAN

Malam ini di hari Kamis tanggal 3 Desember 2008, di Hotel Anugrah, salah satu hotel yang ada di kota Lampung, saya mencoba untuk dapat menceritakan isi kepala yang memang sedikit gak menentu.

Baru gajian, uang sudah harus dihabiskan untuk membayar semua cicilan yang ada, mau marah, marah ama siapa?, mau ngeluh sama orang, keluhan kita cuma akan membuat orang di sekitar kita bosan dengan keluhan yang selalu sama dengan yang kita nyanyikan di telinga mereka.

Tuhan, mohon ampun atas ketercelaanku selama ini, selama ini syukur yang selalu aku dengungkan dan yang selalu aku ajarkan ke istri dan anak anaku, hanya berupa kata kata di mulut saja, aku yang banyak cela ini belum bisa mengimplementasikan syukur ku atas segala yang telah KAU berikan dengan sebenar benarnya syukur yang ENGKAU maksudkan.

Keluh kesahku, marahku atas apa yang terjadi kepadaku, adalah bukti atas ketidak bersyukuranku kepadamu ya ALLAH, ampuni aku ya Allah.

Teman teman yang selama ini ku anggap dapat menolongku saat aku sedang berada dibawah seperti saat ini, hanya memandang dan tidak ada yang mencoba untuk menghibur apa lagi menolong, orang orang terdekatku marah atas sebab yang membuatku menjadi seperti sekarang, mereka marah karena menganggap melakukan kesalahan, mereka kesal, karena menganggap aku selama ini tidak pernah memperhatikan mereka saat aku sedang berada diatas.

Ibukupun marah, ibuku bilang selama ini aku gak pernah memperhatikan keinginan dia, aku hanya memperhatikan anak dan istriku, dan hanya saat aku susah aku mengadu ke Dia, dia menganggap selama aku memiliki apa yg dia inginkan, aku gak pernah memperhatikan Ibu, Ibuku benar adanya, ya Allah, oleh karna itu, mohon ampuni aku ya Allah.., ampuni atas kelalaianku terhadap Ibuku ya Allah.

Ingin aku memberikan yang aku punya saat ini untk ibuku ya Allah, untuk menyenangkan hatinya ya Allah, saat ini, di awal bulan ini, aku hanya menyisakan uang gaji sebesar 800 ribu rupiah, dan ini harus cukup untuk menopang semua kebutuhan rumah tangga sampai akhir bulan, ya Allah, berilah petunjukmu, aku ingin sekali memberi ibuku, ibu mertuaku juga sedang susah ya Allah, kasihan mereka ya Allah.

Beri aku kekuatan untuk dapat menyenangkan hati mereka ya Allah, beri aku kekuatan untuk juga membahagiakan anak dan istriku ya Rob...

AKu yakin ini adalah kondisi terbaik yang engkau buat untuku ya Allah, untuk aku dapat bercermin, untuk aku dapat lebih mensyukuri segala nikmatmu...

Rabu, 26 November 2008

Siang ini, gw gak tau mau berbuat apa, rencana rencana yg bagus yang udah gw rangkai akhir akhir ini seolah gak bisa terpusat di kepala gw, buyar entah kemana.
Gw pernah berfikir untuk tetap melanjutkan project yg lagi gw garap sekarang dengan seprofessional mungkin, tapi fikiran itu ilang, saat gw merasa kesulitan dalam memanage keuangan keluarga, sepertinya gw kurang bersyukur, atau memang gw nggak pernah bersyukur sama Allah..?

Kadang gw suka kepikiran, dan gak percaya.., kok bisa yah, anak kampung dekil kaya gw, masuk ke dunia kantoran..?

kalian bisa bilang bacaan dibawah ini adalah fiktif, novel, atau gak penting, tapi gw cuma mencoba menginventarisir kejadian kejadian di sekitar gw yg penah gw alami..

Gw besar di sebuah daerah kumuh di pusat kota jakarta, meski lokasinya berada di tengah kota, daerah tersebut termasuk daerah kumuh, disana kita akan terbiasa mendegar ocehan ocehan ibu ibu muda yg sedang memaki anak anak mereka dengan kata kata indah, terkadang disertai dengan pukulan penuh amarah.

"Udiiinnn...., kemari gak looo..., ANAK SETTAANN.... (sambil memukul kepala buah hatinya..)"
"Napa ikan bapak lo, lo makan juga..., MONYET NIH ANAK..."
si udin dengan muka tambengnya, biasanya menjawab.. "Yeee.., EMAK.., EMANGNYA UDIN TAU..."

"KLEPAAKKK..", satu pukulan manis mendarat tepat di kepala si udin.., sejurus si udin berlari sambil berteriak " EMAK ANJIINNGG..."

jika kita agak memalingkan muka ke arah berbeda, kita akan melihat sekumpulan bapak bapak yang sedang berkumpul di satu meja, dengan masing masing tangan memegang kartu remi, dengan mulut menjepit rokok, mereka asyik dengan dunia yg sedang mereka nikmati saat itu.

Mas sigit, orang jawa berwatak kikir dengan wajah licik, selalu tersenyum ke setiap orang, berkata ke teman disampingnya.
Mas, jalan dong.., buang yang ntu..(sambil mengangkat alis, ke arah kartu yang dipegang oleh Mas tarum, orang disebelahnya)
Mas Tarum, dengan wajah bijak yg sangat dibuat buat, manggut mangut menanggapi permintaan temannya..,